Jakarta dan Legalisasi JudiJakarta dan Legalisasi Judi

Jakarta dan Legalisasi Judi Warisan Ali Sadikin, Kasino Modern, dan Ketatnya Pengawasan – Wacana legalisasi perjudian di Jakarta bukanlah sesuatu yang baru. Langkah serupa pernah dilakukan oleh Gubernur legendaris Ali Sadikin pada era 1966–1977. Kala itu, ia menjadikan perjudian legal sebagai sumber pemasukan daerah untuk membiayai pembangunan ibu kota. Kini, ketika isu legalisasi kembali mencuat—dengan rencana pembangunan kasino di pusat kota dan permainan toto di kawasan wisata—nama Ali Sadikin kembali disebut sebagai pelopor kebijakan berani tersebut.

Legalitas Kasino di Indonesia Kembali Disorot, Bisakah Kebijakan ...

SUMBER BERITA : KILAUBERITA 

Jakarta dan Legalisasi Judi Dalam bukunya Gita Jaya: Catatan Ali Sadikin Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977 yang diterbitkan oleh Pemprov DKI Jakarta (1977), Ali menegaskan bahwa “perjudian tidak untuk sembarang orang.” Pemerintah DKI kala itu mengatur secara ketat lokalisasi tempat perjudian agar masyarakat umum, terutama kelompok rentan, tidak mudah terpapar aktivitas ini.

“Dalam upaya melokalisir penyelenggaraan judi, pemerintah DKI Jakarta memanfaatkan hasil pajak judi sebagai salah satu sumber keuangan daerah,” tulis Ali Sadikin. Ia juga menekankan bahwa langkah tersebut diambil berdasarkan UU Darurat No. 11 Tahun 1957, yang memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur kebijakan represif dan preventif terhadap perjudian.

Untuk menjaga ketertiban, Ali membentuk tim pengawas yang ditetapkan dalam SK Gubernur KDKI Jakarta No. 805/A/k/BKD/1967. Tim ini memiliki tugas penting, seperti menyeleksi pengunjung kasino, mencegah penyalahgunaan izin, dan melindungi masyarakat dari dampak negatif judi. Bahkan, salah satu ketentuannya adalah hanya orang-orang tertentu yang boleh masuk—misalnya, yang berusia di atas 21 tahun dan memiliki penghasilan di atas batas tertentu.

Salah satu lokasi perjudian terkenal saat itu adalah kasino di lantai 13 Gedung Sarinah. Lokasi lainnya termasuk Casino Petak IX, Djakarta Theatre, Copacabana, Stand Ketangkasan di Jakarta Fair, dan berbagai titik permainan toto di Ancol, Senayan, dan Pulo Mas. Semua lokasi ini diatur agar tidak berdekatan dengan rumah ibadah, sekolah, atau pemukiman.

Judi Kasino dan Pendapatan Pajak - Kompas.id

SUMBER BERITA : KILAUBERITA 

Dana dari pajak perjudian inilah yang menjadi fondasi kuat bagi program-program besar Ali Sadikin. Ia meluncurkan Pola Rehabilitasi Tiga Tahun (1967–1969) yang mencakup pembangunan sekolah, puskesmas, rumah sakit, dan pusat kebudayaan. Salah satu warisan terkenalnya adalah Taman Ismail Marzuki (TIM), yang menjadi jantung seni Jakarta. Ia juga memprakarsai Proyek MHT (Mohammad Husni Thamrin) untuk memperbaiki kampung-kampung kumuh yang dihuni 60% penduduk Jakarta saat itu.

Kini, ketika Pemerintah Provinsi DKI kembali membahas legalisasi perjudian dengan pendekatan modern—dengan kasino mewah di SCBD dan permainan toto di kawasan wisata—pertanyaannya bukan sekadar “boleh atau tidak”, tetapi apakah kita siap mengelola dampaknya seperti yang pernah dilakukan Ali Sadikin: dengan pengawasan ketat, lokalisasi tertutup, dan manfaat nyata bagi publik?

Wacana ini membawa Jakarta kembali pada dilema lama: memilih untuk melarang atau mengatur. Dan sejarah telah memberi kita contoh konkret bagaimana legalisasi bisa memberi manfaat, jika disertai kebijakan yang bijak dan pengawasan yang kuat.

Baca Juga :  Tragedi di Hotel Asri  Pria Dihabisi dengan Racun Yang Mematikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *