KilauBerita – Ada Potensi Banjir Lahar Dingin Semeru, 477 Warga
Ada Potensi Banjir Peringatan potensi banjir lahar dingin dari Gunung Semeru membuat ratusan warga kembali harus berjaga. Kondisi cuaca yang tidak menentu, intensitas hujan yang mulai meningkat, serta aktivitas vulkanik Semeru yang masih dinamis membuat situasi di wilayah lereng gunung itu tidak bisa dianggap remeh. Bagi masyarakat setempat, ancaman lahar dingin sebenarnya bukan hal baru, tetapi kewaspadaan tetap wajib dijaga karena aliran lahar bisa berubah arah dengan cepat dan membawa material berat yang mematikan.
Sebanyak 477 warga kini masih bertahan di sejumlah titik pengungsian, sebagian besar berasal dari wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap aliran lahar, terutama daerah-daerah yang dilalui aliran sungai dari puncak Mahameru. Bagi mereka, bertahan di pengungsian adalah pilihan paling aman, meski harus meninggalkan rumah, ternak, dan harta benda sementara waktu. Banyak dari para pengungsi mengaku masih trauma dengan kejadian erupsi besar Semeru sebelumnya yang merusak permukiman dan merenggut banyak korban.
Pemerintah daerah bersama tim BPBD dan relawan sudah melakukan pemetaan ulang jalur-jalur sungai yang rawan membawa lahar dingin. Di lapangan, petugas terus memantau perkembangan cuaca, terutama intensitas hujan di wilayah hulu. Lahar dingin biasanya terbentuk ketika hujan deras mengguyur area puncak yang menyimpan banyak material vulkanik. Begitu material itu bercampur air dan meluncur mengikuti aliran sungai, kecepatannya bisa tinggi dan dampaknya sangat merusak.
Warga yang mengungsi ditempatkan di beberapa balai desa dan gedung serbaguna yang sudah disiapkan sejak musim hujan mulai mendekat. Logistik, tenda, dapur umum, hingga layanan kesehatan darurat semuanya disiapkan untuk memastikan kebutuhan para pengungsi tetap terpenuhi. Meski fasilitas relatif mencukupi, para warga tentu tetap merindukan rumah mereka. Namun sebagian dari mereka lebih memilih bertahan sampai situasi benar-benar aman daripada mengambil risiko pulang buru-buru.
Kondisi cuaca yang tidak stabil menjadi alasan utama kenapa peringatan dini terus diperketat. Dalam beberapa hari terakhir, intensitas hujan di wilayah Lumajang dan sekitarnya mulai meningkat. Hujan yang turun di puncak Semeru bisa menyebabkan aliran material vulkanik bergerak sewaktu-waktu. Bahkan hujan dengan durasi pendek sekalipun dapat memicu lahar jika material sisa erupsi masih cukup tebal.
Relawan dan aparat keamanan melakukan patroli rutin ke zona rawan. Mereka memastikan tidak ada warga yang nekat kembali ke rumah sebelum diizinkan. Hal ini penting karena masih banyak masyarakat yang merasa khawatir dengan barang-barang yang ditinggalkan. Beberapa warga bahkan membawa hewan ternak ke lokasi aman agar tidak hilang jika banjir lahar benar-benar datang. Namun tetap saja, risiko utama datang dari ketidakpastian arah dan kekuatan aliran lahar.
Sebagian warga yang mengungsi berasal dari daerah di sekitar jalur aliran Sungai Besuk Kobokan, wilayah yang paling sering terkena dampak ketika Semeru mengeluarkan material vulkanik. Sungai ini menjadi jalur utama lahar dingin yang bisa menghanyutkan pohon, batu besar, lumpur panas, hingga sisa-sisa erupsi. Dengan kondisi sungai yang masih dipenuhi material vulkanik, ancaman lahar dingin jelas tidak bisa dianggap enteng.
Di pengungsian, suasana campur aduk. Anak-anak masih mencoba bermain seperti biasa, sementara orang dewasa lebih banyak berdiskusi soal kondisi rumah mereka dan perkembangan dari pusat pemantauan. Sebagian ibu memasak di dapur umum, sedangkan para bapak membantu relawan merapikan tenda dan menjaga kebersihan area pengungsian. Meski berat, warga tetap saling menguatkan dan menjaga kekompakan.

Di sisi lain, pemerintah juga menegaskan bahwa status Semeru masih harus dipantau ketat. Meski tidak sedang mengalami erupsi besar, aktivitas abu vulkanik dan getaran kecil tetap terdeteksi. Kondisi seperti ini membuat risiko lahar dingin semakin besar ketika hujan turun. Karena itu, komunikasi antara pos pemantau dan warga dijaga tetap cepat dan terbuka. Sirine peringatan dan pesan darurat sudah disiapkan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
Relawan dari berbagai organisasi kemanusiaan ikut turun membantu. Mereka memastikan distribusi logistik berjalan lancar, termasuk kebutuhan seperti makanan, selimut, air bersih, hingga layanan psikososial bagi warga yang mengalami trauma. Meski sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini, banyak warga yang tetap merasa cemas setiap kali hujan mulai turun pada malam hari. Kekhawatiran itu wajar, apalagi setelah pengalaman pahit dari bencana sebelumnya.
Hingga saat ini, 477 warga masih bertahan menunggu kepastian keamanan. Evaluasi harian dilakukan untuk menentukan apakah sebagian dari mereka sudah bisa kembali ke rumah atau masih harus tetap bertahan. Pemerintah meminta masyarakat tetap waspada dan tidak meremehkan potensi bencana alam, terutama di musim hujan. Cuaca bisa berubah kapan saja, dan lahar dingin bisa terjadi tanpa banyak tanda-tanda.
Namun di tengah ancaman ini, warga tetap menunjukkan semangat yang kuat. Mereka berharap situasi segera membaik, material vulkanik mulai memadat, dan hujan tidak lagi menimbulkan risiko besar. Bagi masyarakat lereng Semeru, hidup berdampingan dengan gunung aktif sudah menjadi bagian dari keseharian. Meski begitu, keselamatan tetap menjadi prioritas utama.
Selama ancaman lahar dingin masih ada, kesiagaan tetap harus dijaga. Dan sampai momen itu tiba, para pengungsi memilih tetap berada di tempat yang aman, sambil berharap hujan mereda dan kondisi kembali stabil.