Berita Internasional

Qatar Kecewa kepada Trump Usai Serangan Israel ke Doha

KilauBerita – Qatar Kecewa kepada Trump dan Ketegangan antar hubungan Qatar dengan Amerika Serikat memuncak setelah serangan Israel yang menargetkan markas Hamas Palestina di Doha. Serangan tersebut memicu rasa kecewa mendalam dari pemerintah Qatar, yang merasa dikhianati Presiden AS Donald Trump.

Trump Beri Jaminan ke Qatar Usai Serangan Israel yang Tewaskan Putra  Negosiator Hamas dan 5 Orang Lainnya: 'Tak Akan Pernah Terjadi Lagi'

Sejumlah analis menilai, meski Qatar telah menggelontorkan miliaran dolar untuk memperkuat kerja sama pertahanan dengan Washington, langkah itu ternyata tidak menjamin perlindungan dari sekutu terdekat AS sendiri, yaitu Israel. Situasi ini dinilai dapat memperburuk stabilitas kawasan dan merusak hubungan diplomatik Qatar–AS.

Empat bulan sebelumnya, pada Mei lalu, Presiden Donald Trump melakukan lawatan kenegaraan ke Timur Tengah dengan salah satu agenda utama mengunjungi Qatar. Dalam kunjungan tersebut, kedua negara meneken sejumlah kesepakatan besar. Qatar Airways, misalnya, menyepakati pembelian 210 pesawat Boeing 787 Dreamliner dan 777X senilai US$96 miliar atau sekitar Rp1.581 triliun.

KilauBerita – Selain itu, Doha juga menyepakati pembelian sistem anti-drone dari perusahaan pertahanan AS Raytheon senilai US$1 miliar (sekitar Rp16,4 triliun). Tak hanya itu, Qatar menunjukkan minat besar untuk membeli drone tempur MQ-9B dari General Atomics dengan nilai mencapai US$2 miliar (sekitar Rp33 triliun).

Momen yang sempat menjadi sorotan kala itu adalah pemberian pesawat Boeing 747-8 dari Qatar kepada Trump. Trump bahkan sempat menyatakan pesawat tersebut akan digunakan sebagai Air Force One, pesawat kepresidenan AS. Namun, pemberian itu memicu polemik di dalam negeri AS. Menurut konstitusi, pejabat pemerintah dilarang menerima hadiah dari negara asing karena berpotensi menimbulkan masalah hukum, etika, serta keamanan.

Kini, setelah serangan Israel, analis dari Carnegie Endowment for International Peace, HA Hellyer, menyatakan bahwa Qatar dan sejumlah negara Arab lain kemungkinan mulai mempertanyakan kembali manfaat kesepakatan dengan AS. “Negara-negara itu akan bertanya-tanya apa yang bisa mereka lakukan untuk mencegah serangan serupa di masa depan,” ujar Hellyer.

Qatar Kecewa kepada Trump dan Ia juga menambahkan, kondisi ini juga mendorong negara-negara Arab untuk mulai memikirkan arsitektur keamanan baru. Pasalnya, mereka tidak lagi bisa sepenuhnya mengandalkan AS sebagai sekutu yang mampu melindungi mereka dari ancaman, bahkan dari mitra dekat Washington sendiri.

Menurut pengamat internasional, masalah ini bukan hanya menyangkut Qatar. Kejadian tersebut juga berpotensi merusak citra AS di mata negara-negara Arab lain, karena Washington disebut mengetahui rencana serangan Israel namun memilih untuk tidak mencegahnya. Keheningan AS dianggap sebagai bentuk pengkhianatan atas kerja sama strategis yang sudah dibangun dengan susah payah.

Dampak dari peristiwa ini kini menjadi sorotan publik internasional, terutama terkait peran Qatar dalam memediasi konflik Gaza–Israel. Doha selama ini dikenal aktif menjadi jembatan komunikasi untuk mendorong gencatan senjata di Gaza. Namun, dengan adanya serangan di wilayahnya sendiri, kapasitas Qatar sebagai mediator dipertanyakan.

Hingga saat ini, pemerintah Qatar belum memberikan pernyataan resmi mengenai langkah selanjutnya terkait mediasi gencatan senjata. Namun, para pengamat menilai hubungan Qatar dengan AS akan semakin renggang bila Trump gagal memberi jaminan keamanan serta sinyal tegas kepada Israel.

Kondisi ini menunjukkan bagaimana dinamika politik di Timur Tengah terus berubah, dengan Qatar kini berada di persimpangan jalan: tetap mempercayai AS sebagai sekutu utama, atau mulai melirik arsitektur keamanan baru bersama negara-negara Arab lain.

Baca Juga : Misteri Kerangka Manusia dalam Pohon Aren Tumbang di Sergai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *