KilauBerita – Buron 2 Tahun, Kades Nonaktif Brebes Tersangka Korupsi
Buron 2 Tahun, Kades Nonaktif Brebes Tersangka Korupsi Rp 547 Juta Ditangkap
Buron 2 Tahun Kasus korupsi di tingkat desa sering dianggap sepele, padahal pengaruhnya langsung dirasakan oleh masyarakat paling dekat dengan dampak pembangunan. Kisah yang terjadi di Brebes ini adalah salah satu contoh bagaimana tanggung jawab yang seharusnya dijaga, justru malah disalahgunakan sampai memunculkan kerugian ratusan juta rupiah. Seorang kepala desa nonaktif yang sebelumnya menghilang selama hampir dua tahun akhirnya berhasil ditangkap aparat setelah menjalani masa buron cukup lama. Penangkapan ini sekaligus membuka kembali proses hukum yang sempat tertunda akibat pelariannya. KLIK DI SINI KILAU4D
Tersangka yang menjabat sebagai kepala desa sebelum dinonaktifkan itu awalnya memiliki kewenangan penuh dalam mengelola dana desa. Seperti yang kita tahu, dana desa dipakai untuk banyak hal penting: pembangunan infrastruktur, kegiatan pemberdayaan masyarakat, penyediaan fasilitas umum, hingga program sosial yang manfaatnya langsung dirasakan warga. Namun, bukannya dipakai sebagaimana mestinya, dana tersebut justru diduga dialihkan untuk kepentingan pribadi. Dari hasil penyelidikan aparat dan audit yang dilakukan sebelumnya, muncul angka yang cukup mengejutkan: terdapat penyimpangan yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 547 juta.
Besaran dana yang diselewengkan itu bukan angka kecil untuk sebuah desa. Bisa dibayangkan berapa banyak program pembangunan yang terhambat atau tak berjalan karena anggarannya hilang. Warga desa setempat sempat merasa kecewa dan marah ketika kasus ini pertama kali mencuat, terutama karena jabatan kepala desa membawa kepercayaan besar dari masyarakat. Ketika sosok yang dipercaya justru melakukan korupsi dan kemudian menghilang, rasa kecewa itu makin dalam.
Setelah statusnya ditetapkan sebagai tersangka, aparat sempat mengalami kesulitan karena pelaku langsung melarikan diri. Selama hampir dua tahun terakhir, ia berpindah-pindah lokasi untuk menghindari kejaran hukum. Pihak kepolisian mengaku tidak menghentikan pencarian, tetapi prosesnya memakan waktu karena tersangka tidak menetap di satu tempat. Baru setelah mengembangkan kembali informasi terbaru dan menelusuri beberapa jejak aktivitasnya, aparat akhirnya berhasil mengamankan tersangka tanpa perlawanan.
Penangkapan tersangka ini bukan hanya perkara mengamankan pelaku, tapi juga soal memulihkan rasa keadilan masyarakat desa yang merasa dirugikan. Banyak warga mengaku lega karena proses hukum akhirnya bisa berjalan lagi. Mereka berharap kasus ini bisa menjadi awal dari pengelolaan dana desa yang lebih ketat dan lebih transparan. Tidak sedikit masyarakat yang merasa selama ini banyak anggaran dikelola tanpa pengawasan yang memadai. Harapan mereka sederhana: dana publik digunakan sesuai kegunaannya, bukan untuk memperkaya pihak tertentu.
Setelah ditangkap, tersangka langsung dibawa untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. Aparat menyatakan mereka akan mendalami lebih jauh aliran dana yang diduga diselewengkan. Selain itu, polisi juga akan mengonfirmasi kembali dokumen-dokumen yang sebelumnya sudah diperiksa auditor untuk memastikan tidak ada anggaran lain yang ikut terseret. Proses pemberkasan perkara diperkirakan berjalan lebih cepat karena sebagian besar bukti sudah disiapkan sejak awal kasus bergulir. Penangkapan ini hanya menjadi bagian yang tertunda dari penyelesaian kasus.
Kasus ini menggambarkan betapa pentingnya pengawasan terhadap dana desa. Transparansi bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah kebutuhan mutlak supaya uang publik tidak disalahgunakan. Banyak pihak berharap agar kejadian seperti ini bisa menjadi pembelajaran bagi perangkat desa lain di seluruh Indonesia. Jabatan bukan sekadar kehormatan, tetapi juga amanah yang harus dijalankan dengan jujur. Ketika amanah itu dilanggar, konsekuensinya bukan hanya hukum, tapi juga hilangnya kepercayaan masyarakat.
Selain itu, kasus ini juga membuka lagi perbincangan soal pentingnya audit rutin terhadap dana desa. Selama ini audit memang dilakukan, tetapi tidak semua desa memiliki mekanisme pengawasan yang kokoh. Peran masyarakat sebenarnya bisa lebih besar dalam mengawasi penggunaan anggaran, misalnya melalui musyawarah, laporan terbuka, atau papan informasi anggaran. Dengan keterlibatan publik yang lebih besar, penyimpangan seperti ini bisa diminimalkan sejak awal.

Buron 2 Tahun Bagi penegak hukum sendiri, suksesnya penangkapan buronan ini menjadi bukti bahwa pencarian pelaku kasus korupsi tidak boleh berhenti hanya karena pelaku melarikan diri. Sekalipun membutuhkan waktu bertahun-tahun, proses penegakan hukum tetap harus berjalan. Korupsi dana desa—sebesar apa pun nominalnya—tetap merupakan kejahatan yang merugikan masyarakat secara langsung.
Meskipun kasus ini masih akan berlanjut di pengadilan, banyak warga berharap pengadilan bisa memberikan hukuman yang layak. Tidak sekadar menutup kasus, tetapi juga memberikan efek jera agar pelaku lain tidak tergoda melakukan hal serupa. Ujung dari perkara ini tentu bukan hanya menghukum pelaku, tetapi memastikan kejadian yang sama tidak terulang.
Penangkapan ini pada akhirnya menjadi pengingat bahwa tidak ada ruang aman bagi pelaku korupsi untuk kabur dari tanggung jawab. Dua tahun bukan waktu yang singkat, tapi hukum tetap berjalan. Masyarakat Brebes kini bisa menatap proses ini dengan harapan baru—bahwa anggaran yang menjadi milik mereka akan lebih dijaga, lebih diawasi, dan lebih dilindungi dari tangan-tangan yang tidak seharusnya.