Thailand Cabut Legalitas GanjaThailand Cabut Legalitas Ganja

Thailand Cabut Legalitas Ganja Industri Terancam Rp 16,2 T – Bangkok – Pemerintah Thailand dikabarkan tengah bersiap mencabut legalitas penggunaan ganja yang sempat berlaku sejak 2022. Langkah ini mengancam keberlangsungan industri ganja yang nilainya ditaksir mencapai lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar Rp 16,2 triliun (kurs Rp 16.200). Industri ini sebelumnya berkembang pesat setelah Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan ganja untuk keperluan medis dan rekreasi.

Baca Juga :Tragedi di Cirebon Laki-Laki Tanpa Identitas Tewas Tertabrak KA

Namun, situasi kini berubah. Kementerian Kesehatan Thailand secara resmi mengumumkan bahwa penjualan ganja untuk rekreasi akan dilarang. Dalam aturan yang akan segera disahkan melalui Royal Gazette (Lembaran Negara), ganja hanya boleh dibeli dengan resep dokter dan penggunaannya terbatas untuk tujuan medis.

Menteri Kesehatan Thailand, Somsak Thepsuthin, menegaskan bahwa ganja akan kembali diklasifikasikan sebagai narkotika dalam waktu dekat. “Penggunaan ganja akan dibatasi secara ketat. Tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, terutama kalangan muda,” ujarnya dalam konferensi pers yang dikutip Reuters, Selasa (25/6/2025).

PM Thailand Cabut Status 'Bebas' Konsumsi Ganja Akhir 2025

SUMBER GAMBAR : KILAUBERITA

Perubahan kebijakan  Thailand Cabut Legalitas Ganja ini muncul setelah Partai Bhumjaithai, partai politik yang sebelumnya menjadi pendorong utama legalisasi ganja, keluar dari koalisi pemerintahan. Langkah politik tersebut memicu perubahan haluan dalam pendekatan pemerintah terhadap regulasi ganja.

Selain itu, keputusan ini juga dianggap sebagai upaya pemerintah untuk mengalihkan perhatian dari kritik terhadap Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra, yang dinilai gagal menangani ketegangan wilayah perbatasan dengan Kamboja dalam beberapa pekan terakhir.

Bagi pelaku industri ganja, keputusan pemerintah ini menjadi pukulan berat. Banyak pelaku usaha, mulai dari petani, produsen minyak ganja, hingga pemilik kafe dan klinik herbal, telah berinvestasi besar-besaran dalam dua tahun terakhir. Mereka kini dihadapkan pada ketidakpastian dan potensi kerugian besar.

ilustrasi gambar larangan ganja di thailand

SUMBER GAMBAR : KILAUBERITA

“Saya sudah menghabiskan hampir 5 juta baht untuk membangun kebun ganja dan membuka klinik. Kalau dilarang lagi, semua bisa bangkrut,” ujar Somchai, salah satu petani ganja di Chiang Mai.

Kelompok advokasi pro-legalisasi juga menyuarakan kekecewaannya. Mereka menilai pencabutan legalitas ini justru akan mendorong pasar gelap dan memperburuk pengawasan.

“Legalitas justru memungkinkan pengawasan dan edukasi. Kalau dilarang lagi, semuanya akan kembali ke bawah tanah,” kata Nutcha Srisuwan, aktivis kesehatan masyarakat.

Thailand menjadi sorotan internasional ketika melegalkan ganja pada 2022, yang kemudian memicu gelombang wisata ganja serta investasi di sektor kesehatan herbal dan pariwisata medis. Namun, kebijakan liberal ini juga menuai kritik dari kalangan konservatif yang menilai penyalahgunaan meningkat, terutama di kalangan anak muda.

Pemerintah Thailand belum menyebutkan kapan tepatnya ganja akan kembali masuk daftar narkotika, namun dipastikan bahwa regulasi baru akan diterbitkan dalam beberapa hari ke depan. Seluruh pelaku industri diminta bersiap menghadapi perubahan drastis ini.

Baca Juga :Trio WN Malaysia Pembuat SMS Penipuan Dibekuk di Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *