Kasus Chromebook
Berita Nasional

Kasus Chromebook, Hotman Tegaskan Nadiem Tak Terima Uang

KilauBerita – Kasus Chromebook, Kuasa hukum Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea, menegaskan kliennya tidak pernah menerima aliran dana terkait proyek pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Penegasan ini merespons langkah Kejaksaan Agung yang menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022. “Tidak ada satu sen pun uang yang masuk dari siapa pun kepada Nadiem,” tegas Hotman.

Latar Belakang Program dan Perkara Kasus Chromebook

Program digitalisasi pendidikan 2019–2022 dirancang untuk mempercepat akses pembelajaran berbasis teknologi, termasuk pengadaan perangkat TIK seperti laptop Chromebook. Tujuannya: mempersempit kesenjangan digital dan mendukung proses belajar-mengajar di sekolah. Dalam perjalanannya, proses pengadaan dan distribusi perangkat diduga menyisakan persoalan administrasi dan kepatuhan yang kini tengah ditelusuri penegak hukum. Kejaksaan Agung menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka, termasuk Nadiem, yang saat program berjalan menjabat sebagai menteri terkait.

Penegasan Hotman: “Tidak Ada Satu Sen Pun”


Potret ilustrasi hotman paris selaku pengacara dari nadim nakarim diwawancarai awak media (Sumber:adminberita/kilauberitaonline).

Hotman Paris menyampaikan bantahan lugas atas tuduhan aliran dana ke kliennya. Menurutnya, konstruksi perkara yang mengaitkan Nadiem ke dugaan penerimaan uang tidak memiliki dasar faktual. “Posisi Nadiem hanya karena jabatannya pada periode program tersebut. Tidak ada penerimaan uang, tidak ada instruksi untuk memperoleh keuntungan pribadi,” ujar Hotman. Ia menekankan, setiap tuduhan harus dibuktikan dengan alat bukti yang sah dan terukur, bukan semata asumsi publik atau spekulasi politik.

Kasus Chromebook Dihubungkan dengan Kasus Tom Lembong

Hotman juga membandingkan kasus ini dengan perkara impor gula yang menyeret Tom Lembong. Dalam pandangannya, pola penetapan tersangka yang menimpa Lembong—meski yang bersangkutan tidak menerima uang—memiliki kemiripan dengan yang dialami Nadiem. “Ini menjadi pengingat bahwa status tersangka belum berarti bersalah. Pada waktunya, pembuktian akan menunjukkan duduk perkara,” katanya. Perbandingan tersebut, menurut Hotman, memperlihatkan urgensi kehati-hatian publik dalam menilai proses hukum yang sedang berjalan.

Strategi Pembelaan dan Sikap Kooperatif

Tim kuasa hukum menyatakan siap mengikuti setiap tahapan penyidikan. Mereka menyiapkan dokumen, data administrasi, serta pihak-pihak terkait yang dapat menguatkan klaim tidak adanya aliran dana. “Fokus kami sederhana: membuktikan tidak ada penerimaan uang dan tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan Nadiem,” tutur Hotman. Ia memastikan kliennya kooperatif terhadap pemanggilan, pemeriksaan, maupun klarifikasi tambahan jika dibutuhkan oleh penyidik.

Baca Juga : Pengendara Motor Tewas Terlindas Truk di Pasar Minggu

Asas Praduga Tak Bersalah dan Tahapan Hukum

Hotman mengingatkan agar asas praduga tak bersalah dijunjung tinggi. Status tersangka, katanya, masih berada pada tahap penyidikan dan bukan vonis. Arah penanganan perkara dapat berlanjut ke praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka, ataupun ke persidangan apabila berkas dinyatakan lengkap. “Semua akan terang di pengadilan. Pembuktian mengenai uang—yang kami nyatakan tidak ada—adalah kunci,” tegasnya.

Sorotan Tata Kelola Pengadaan

Terlepas dari proses hukum yang menjerat individu, kalangan pemerhati kebijakan menilai kasus ini harus menjadi momentum pembenahan tata kelola pengadaan barang dan jasa pemerintah. Transparansi dari hulu ke hilir—perencanaan kebutuhan, penentuan spesifikasi, pemilihan penyedia, kontrak, hingga distribusi—perlu diperkuat. Audit komprehensif dan akses data yang memadai juga dinilai penting, agar publik dapat membedakan mana problem kebijakan yang “tidak populer” dan mana perbuatan pidana yang dapat dihukum.

Dampak ke Sektor Pendidikan dan Persepsi Publik


Potret ilustrasi nadim nakarim ditetapkan menjadi tersangka (Sumber:adminberita/kilauberitaonline).

Kasus Chromebook menyita perhatian karena menyangkut hajat pendidikan jutaan siswa. Bagi sekolah-sekolah yang mengandalkan perangkat digital, ketidakpastian ini memunculkan kekhawatiran lanjutan soal keberlanjutan program dan pemeliharaan perangkat. Di saat yang sama, sorotan publik berpotensi membentuk persepsi negatif terhadap kebijakan digitalisasi secara keseluruhan. Para pengamat mendorong narasi yang berimbang: mengawal penegakan hukum sekaligus memastikan layanan pendidikan tidak terganggu.

Menanti Kelanjutan Proses Kasus Chromebook

Hingga kini, tim kuasa hukum menegaskan narasi utamanya: Nadiem Makarim tidak menerima uang terkait proyek Chromebook. Mereka mengajak publik menanti proses pembuktian secara terbuka. “Kami menghormati kewenangan penyidik. Namun, kami juga meminta proses ini berjalan objektif, berbasis bukti, dan tidak menimbulkan trial by press,” kata Hotman. Ke depan, perjalanan perkara—apakah menuju praperadilan atau langsung ke meja hijau—akan menjadi penentu arah. Sementara itu, seruan untuk transparansi dan akuntabilitas tetap mengemuka, agar reformasi tata kelola pengadaan bisa berjalan beriringan dengan kepastian hukum.

Penutup

Kasus Chromebook menjadi ujian bagi integritas kebijakan publik dan konsistensi proses penegakan hukum. Di tengah hiruk-pikuk opini, pernyataan tegas Hotman Paris—“tidak ada satu sen pun uang yang masuk kepada Nadiem”—menjadi titik tekan pembelaan. Kebenaran klaim tersebut pada akhirnya akan diuji lewat bukti di persidangan. Publik menanti hasilnya, sembari berharap agar kepentingan pendidikan tetap menjadi prioritas utama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *